Senin, 05 Agustus 2024

KABAR KEMATIAN

 


KABAR KEMATIAN

Kabar kematian 

Di siarkan lewat corong pengeras suara

Dari masjid dan surau. 

Sahut menyahut, hampir tak ada jeda. 

Manusia tumbang

Direnggut ajal tanpa salam perpisahan

Manusia menguburkan manusia

Di iringi prosesi hitam

Di lepas dengan jawaban-jawaban atas bocoran pertanyaan. 

Manusia mati

Tumbang seperti batang pisang ditebang. 

Di usung dengan arak-arakan panjang. 

Selepas magrib menuju pemakaman. 

Para pelayat diam, namun dalam hati bertanya

"Hendak kemana setelah ini? ", 

Kabar kematian terdengar 

Dari rumah sakit, jalan, gang sempit dan kamar hotel. 

Seseorang berkhutbah " Manusia hidup antara adzan dan iqomah".

Selanjutnya ada keabadian. 




Minggu, 04 Agustus 2024

DUHAI TUHAN KASIHANILAH.

 


JAPASWARA

DUHAI TUHAN KASIHANILAH.


Duhai Tuhan kasihilah, sungguh kami ini lemah

Di bawah tempaan pandai, kami ini hanya timah


Di balik jendela kaca kami silau dengan manca

Hingga lalai dan abai akan isi dalam rumah


Kami lupa mensyukuri anugerah yang Kau beri

Laut biru darat hijau, bumi subur serta gemah


Laksana pengantin baru demikian sabda sang guru

Negri ini pelaminan pesona-Mu berwalimah


Namun kini kami lalai, seakan hampir bercerai

Kami lupa bagaimana caranya beramah-tamah


Ampunilah kami ini, duhai Sang Maha Penyayang

Lindungilah dari wabah yang mencoba tuk menjamah


AWAN HITAM


Gulita meraja,aku tak berdaya

Mentari di pagi menjadi sahaya


Angkasaku enggan berwarnakan biru

Awan pun menghitam di negri cahaya


Meratap sang Yusuf menantikan timba

Sumur yang kuhuni penuh ‘kan buaya


Bukanlah serigala membuat terluka

Saudara yang dengki, aku terpedaya


Apalah saudara seiman, sebangsa

Kalau tak bersatu, tak saling percaya


Dahulu ku tahu yang baik dan buruk

Semuanya kini tlah pandai bergaya


Aku tak keluhkan musuhku yang jauh

Teman tak setia lebih berbahaya


إلهي و ربي فكيف احتمالي

فإني ضعيف بدفع البلايا


Guyurkanlah hujan, cerahkanlah langit

Semikan nurani di negri nan kaya


Jernihkanlah hati di dalam berjuang

Mengokohkan hukum, menata budaya


Engkaulah sandaran, Engkaulah pegangan

Tanpa-Mu tak ada daya dan upaya


Doa dan harapan dipanjatkan Ammar

“Semoga negriku semakin berjaya”

OBITUARI NUSANTARA



OBITUARI NUSANTARA

(Karya Irfan /cak Ipan)


Rabo malam yang lembab

menghadap dinding hitam menyala

sepasang mata berkunang-kunang,

menikam mayat-mayat orok haram

sejarah dalam etalase memoria

dari mimbar gelanggang kotbah

lalim dan kufur yang jantungnya

bernanah, membusuk terinfeksi 

euforia iblis-iblis putih, entah kenapa.


Dalam puzzle segi empat sisir

Pulau-pulau yang pernah ada

hanyalah deretan museum dan

makam panjang yang kuziarahi

tanpa lolong ababil dari neraka

dan sepuluh ribu malaikat di pundakku

bertasbih sembari berbisik

marwah Picuru Binisi.


Baiklah,

Dekatkan telingamu tuk prahara ini:

Dari benih kopi hitam orang-orang Bugis

disemai pada genangan peluh

Moyang-moyang tumbuh

di sela goni-goni anyir lembah 

darah kaum lumpur yang tafakur

di ranjang bekas kerbau tidur.

Mereka dihimpit mimpi holy

Anjing-anjing pascakolonial.


Dan,

Kalian-kah pencuri jazirah perang

yang membuat Cheng Ho mabuk

arak zaman dan kelonggaran

Jalan Raya Pos, Jalan Deandels?


Dan,

Di mana mereka menyimpan kisah

Moyang-moyang kami yang dipaksa 

moksa seusai perjamuan setan dan

dengung roasting kopi Sulawesi

berabad lalu hingga ekspedisi pedih

ke pembuluh darah Hindia-Belanda?


Di jalan pedang ini,

Tragedi ini memisahkan kami

dari roh suci Sang Jang Widhi

dari himpit Ranying Hatalla Langit

bahkan dari lekat khidmat Tauhid.


O,

Anak dan cucu haram sejarah,

simaklah prahara ini meski tak 

se-khidmat pantat duduk bersila

rapat kala mendengar dendang 

manaqib para alim dan ulama.


O,

Tanam dalam-dalam di Savana

Jalur Sutera, bahwa sebenarnya

Nusantara disulap menjadi deretan museum 

dan makam terpanjang yang akan

kita ziarahi sepanjang mazhab kelumrahan

tetap hidup dalam jaring laba-laba aksara!


Sampit, Desember 2020

Ki Ageng Brondong, Boto Putih Suroboyo

 


Ki Ageng Brondong, Boto Putih Suroboyo

Dalam melestarikan warisan leluhur kami unggah ke website Rodovid tentang Silsilah keluarga yang berkaitan dengan Trah Botoputih, dengan pancer leluhur Ki Ageng Brondong, untuk itu disini kami sajikan sedikit cerita Ki Ageng Brondong, nama gelar lainnya adalah Pangeran Lanang Dangiran di Ampel Surabaya. Serta perkembangan Trah sebagai penerus generasi. Konon dituturkan bahwasanya Pangeran Kedawung atau disebut juga Sunan Tawangalun adalah nama gelar saat menjadi Raja di Blambangan ( sekarang wilayah Banyuwangi-Jawa Timur), berputra sebanyak 5(lima) anak diantaranya Pangeran Lanang Dangiran atau dikenal dengan nama Kyai Brondong. Dalam usia 18 tahun beliau melakukan bertapa, dengan menghanyutkan diri diatas sebuah papan kayu dan sebuah bronjong (alat penangkap ikan terbuat dari anyaman bambu ) di sungai. Dalam bertapanya tersebut dihanyutkan sampai dipantai utara Jawa. Gelombang dan arus air laut mengehempaskannya, dan akhirnya terdampar ditepi pantai dekat Sedayu - Lamongan dalam keadaan tidak sadar. Keadaan seluruh badannya dilekati oleh berbagai binatang laut seperti kerang,remis dlsb. Sehingga terlihat kulit tubuhnya seperti diselimuti butiran jagung bakar (bhs jawa = brondong ). Pangeran Lanang Dangiran saat terdampar tersebut ditemukan oleh Kyai Kendil Wesi, dan dirawatnya dan dibawa pulang , sampai sehat seperti sedia kala. Selang beberapa waktu lamanya, Kyai Kendil Wesi mengetahui asal-usul Pangeran Lanang Dangiran, yang tidak lain masih satu keturunan dengan Kyai Kendil Wesi, yaitu keturnan dari raja-raja Blambangan, yang mana Kyai Kendil Wesi dari Trah Menak Soemende. Didalam asuhan Kyai kendil Wesi terhadap Pangeran Lanang Dangiran dianggap sebagai anak sendiri, dan ketika dewasa beliau memeluk/masuk agama Islam, dan sampai menjadi guru agama. Berselang dewasa Pangeran Lanang Dangiran menikah dengan puteri dari Ki Bimo Tjili, berasal dari Panembahan di Cirebon. Dan kemudian dikenal Kyai Brondong. Kyai Kendil Wesi mengetahui bahwa kelak kemudian hari puteranya akan hidupnya mulia, serta menjadi pemuka agama, maka disarankan agar Pangeran Lanang Dangiran untuk meluaskan ajaran Agama Islam, ke wilayah Ampel Dento di Surabaya. Akhirnya pada tahun 1595, Kyai Brondong dengan keluarga menetap di Surabaya, tepatnya diseberang Timur Sungai/kali Pegirikan, dekat Ampel disebut padukuhan Botoputih. Disinilah di awal penyembar Agama Islam tepatnya di Ampel Surabaya. Pada waktu itu Kadipaten Surabaya masih merdeka, tidak dibawah kekuasaan Mataram, dan saat itu yang memegang kekuasaan adalah Pangeran Pekik.

Dalam perjalanan sejaran Surabaya pada tahun 1625, akhirnya dikuasai / dalakekuasaan Mataram. Pangeran Pekik masih ditetapkan sebagai Adipati di Surabaya dibawah kekuasaan pemerintahan Amangkurat I. Kyai Brondong / Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran wafat pada tahun 1638 dalam usia 70 tahun, dimakamkan di makam Sentono Botoputih Kasepuan Surabaya. Meninggalkan putera sebanyak 7(tujuh)orang, diantaranya putera laki-lakinya adalah :

Onggodjoyo

Honggowongso.

Setelah Pangeran Pekik wafat karena dibunuh oleh Amangkurat I, Onggowongso ditetapkan menjadi Tumenggung di Surabaya, sedangkan Onggodjoyo sebagai Tumenggung di Pasuruan sebagai penghargaan jasa-jasanya dalam Peperangan Pemberontakan Trunodjoyo.

Beliau adalah Nenek moyang (cikal bakal) pakem Sejarah seperti halnya: trah Boto Putih, trah Kasepuhan Surabaya, trah Kanoman Surabaya, trah Kasepuhan Sidoarjo, trah Sambongan,trah Nitidingrat_Pasuruan, trah Notodiningrat_Bangil Pasuruan, trah Bustaman_Semarang, trah Puspunegoro Gresik, Han Dinasti, trah Tjitrosoma Tuban, trah Batoro Katong_Ponorogo, trah Suryowinoto Gresik. Untuk melestarikan warisan leluhur beberapa pencinta Genealogy Family Tree sebagai pendahulu telah meninggalkan hasil karyanya, beliau sebagai pengamat, peneliti, serta penyusun Silsilah / Asal Silah adalah Raden Adipati Arya Nitidiningrat Bupati Suroboyo, Raden Ngabei Tjokro Hadiwikromo (Onder Colleteur Kendal), Raden Panji Makmoer (Ketua Paguyuban Sentono Botoputih Surabaya), Raden Tumenggung Arya Noto Adikusumo (Zainal Fattah = Bupati Pamekasan), Raden Bagus Yasin / Raden Ngabei Kromodjoyoadirono ( Asisten Wedana Ngebel Ponorogo ) dan masih banyak lagi.

Catatan : Jenjang susunan pada Silsilah Keluarga atau Genealogy Diagram dibuat / dimulai dari atas yaitu yang tertua kebawah s/d. keturunan termuda, ini menganut pakem budaya Jawa Kasunanan Surakarta Hadiningrat khususnya dan pada umumnya, atau dikenal dengan nama Trah = Keturunan. Penulisan silsilah dibuat rentang jenjang setiap /sampai ke 10(sepuluh) level / graad). Dibuat berdasarkan petujuk membuat silsilah dalam buku "Serat Piagem Sentana “ (gebookteakte) ngrewat sala-silahing ing Kasunanan Surakarta Adiningrat (Paku Buwana)", yaitu dimulai dari:

 Pancer …………… = Trah adalah nama nenek moyang/leluhur yang dijadikan pedoman cikal bakal  Level/urutan 1 = Anak / putera  Level/urutan 2 = Cucu  Level/urutan 3 = Buyut  Level/urutan 4 = Canggah  Level/urutan 5 = Wareng  Level/urutan 6 = Udeg-udeg  Level/urutan 7 = Gantung Siwur  Level/urutan 8 = Gropak senthe  Level/urutan 9 = Debog bosok  Level/urutan 10 = Galih Asem.

Urutan penulisan dimulai dari Pancer, misal yang dianut pancer laki-laki (patrinial), yang kemudian sampai rentang keturunan kesepuluh (Galih Asem), dan yang kemudian akan menjadi “Pancer” Trah/Keturunan berikutnya. Dengan adanya vasilitas dari genealogical chart di website http://id.rodovid.org/wk/...., maka 10(sepuluh) level / graad oleh penulis diterapkan. Sedangkan dalam hardcopy penyusun gunakan dalam bentuk simbul-simbul yang nampak pada pembagian kelompok level (dapat dilihat samping kiri & di kiri bawah lembar silsilah). Dapatlah kami sampaikan bahwa silsilah ini (Family Tree) pancer Laki-laki terbentuk dan akan berakhir jika keturunan berstatus perempuan. Artinya dari keturunan seorang Ibu yang semula dari marga A, anak keturunannya akan ikut pada suaminya misal marga B. Hal ini tidak mengubah makna apapun, ini hanyalah ilustrasi susunan keluarga walaupun menganut garis perempuan (matrinial) kesemuanya dibuat menganut petunjuk cara menulis silsilah yang benar.

[sunting]Sumber-sumber

↑ Buku Silsilah Trah Pangeran Lanang Dangiran - Silsilah Pangeran Lanang Dangiran ( Ki Ageng Brondong ),Bab Asal Usul Keluarga Kasepuhan Kanoman Surabaya, 142 halaman (Cetakan). Diselesaikan di Surabaya, Senen Kliwon,Tanggal 01 Agustus 1966 / 14 Bakdo-Mulud 1898. Oleh Raden Panji Ario Makmoer, beralamat di Kapas Krampung No:90, Surabaya. Penasihat:

) Raden Adipati Arya Nitiadiningrat (Bupati Surabaya)

) Raden Tumenggung Arya Notoadikoesoemo (Zainal Fattah), Bupati Pamekasan-Madura;

) Raden Ngabei Kromodjoyoadirono/R.B.Yasin (Asisten Wedana)

Penyelenggara : 1)Raden Ayu Lilia Ananie, 2).Raden Soesigit

↑ Buku Silsilah Keluarga K5 (Keluarga Kasepuan_ Kanoman_Kromodjayan_Kesambongan) Surabaya - Bab I s/d Bab IX, terdiri dari 49 Halaman, (Cetakan) Oleh Raden Tumenggung Arya Notoadikoesoemo (Zainal Fattah), Bupati Pamekasan-Madura; Bertempat tinggal di jl. Dieng No:7, Surabaya (saat itu) Dan ditulis kembali oleh Mas Ngabei Soekotjo Purbokusumo, Surabaya 06 Desember 1956;

↑ Buku Silsilah Keluarga Kromodjayan Mojokerto - Silsilah Kromodjayan, Pakem Kilat trah Boto Putih, trah Kasepuhan Surabaya, trah Kanoman Surabaya, trah Kasepuhan Sidoarjo, trah Sambongan,trah Nitidingrat_Pasuruan, trah Notodiningrat_Bangil Pasuruan, trah Bustaman_Semarang, trah Puspunegoro Gresik, Han Dinasti, trah Tjitrosoma Tuban, trah Batoro Katong_Ponorogo, trah Suryowinoto Gresik., 102 Halaman(Tulisan Tangan). Oleh Raden Ngabei Kromodjoyoadirono (Raden Bagus Yasin) Diselesaikan di Surabaya tanggal. 08 Juni 1980.

↑ Buku Asal Silah - Kumpulan Silsilah Trah (Pengeran Lanang Dangiran, Sambongan, Kasepuhan Sidoarjo, Tjitrosoma Tuban, Batoro Katong Ponorogo). Oleh Raden Anang Soekarso, 66 halaman; diselesaikan di Surabaya 21 Agustus 2008 dan di edit ulang 18 Sya'ban 1429 H.

↑ Serat Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV - Paguyuban Darahdalem Hingkang Sinuhun Paku Buwana IV, ing Surakarta Hadiningrat; Kawedar ugi kaserat dening Gusti Raden Ayu Brotodiningrat.

↑ Buku Asal Silah Bandara Kanjeng Pangeran Harya Pakuningrat - Disusun oleh Putra Dalem S.I.S.K.S. - PB IX angka 20, bulan Nopember 1958; percetakan stensil "Kangaroo" Jl Pasar Nongko 53 Solo.

↑ Buku Silsilah KGPA Mangkunegara VI - Ijin penulisan dari KPA Handajaningrat, disusun oleh RMS Hadisoebroto

↑ Asal Silahipun Para Nata - Karipta dening Gusti Raden Ayu Bratadiningrat, ing Surakarta Hadiningrat.

Dari kakek nenek sampai cucu-cucu

Kakek-nenek

♂ 2. Menak Lapat

lahir: Leluhur dari Trah Dermoyudo, ataupun Kromodjayan
gelar: Lumajang, Adipati Blambangan Kulon (Barat) bergelar Adipati Lumajang

♀ Nyai Lurah Sutodjayan

gelar: Peneleh Surabaya

♀ Nyai Wongsosuto

gelar: Surabaya

Ψ Kyai Lanang Glangsing

gelar: -1686, Pasuruan, Tumenggung Pasuruan

♂ 1. Sunan Rebut Payung / Menak Beduyu

lahir: Leluhur/nenek moyang dari Trah Kasepuan - Kanoman
gelar: Blambangan, Adipati Blambangan Timur bergelar Pangeran Rebut Payung

Kakek-nenek

Orang Tua

♂ Sunan Tawang Alun

gelar: 1596, Jawa Timur - Banyuwangi, Raja Blambangan Wetan

♂ Pangeran Kedawung

gelar: Blambangan Timur, Kasatriya

Orang Tua

 

== 3 ==

♀ Nyai Ageng Brondong

lahir: Sedayu - Lawas / Lamongan, Puteri Ki Bimotjili dari Djungpangkah (Ujungpangka) di Sedayu Lawas Surabaya.
perkawinan: ♂ Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran

♂ Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran

lahir: Di Desa Brondong – Sedayu Lawas, atau Paciran Lamongan tepi laut utara Jawa. Kiyahi Ageng Brondong memiliki keturunan Raden Tumenggung Panji Tjokronegoro I, Bupati Sidoarjo yang pertama, diambil dari silsilah pangeran Lanang Dangiran Kyai Ageng Brondong kang sumareh ing pesarehan sentono Botoputih Surabaya. Pangeran Lanang Dangiran Kiyahi Ageng Brondong. Kang Sumareh Ing Pesarehan “Sentono Boto Putih” Surabaya Riwayat Hidup Kiyahi Ageng Brondong Botoputih Suroboyo. Konon dituturkan Pangeran Kedawung, disebut juga Sunan Tawangalun adalah raja di Blambangan atau dikatakan juga Bilumbangan. Beliau mempunyai 5 orang anak dan diantaranya ialah pangeran Lanang Dangiran. Diceritakan bahwa Lanang Dangiran pada usia 18 tahun bertapa dilauy dan menghanyutkan dirinya diatas sebuah papan kayu sebuah beronjong (alat penangkap ikan), tanpa makan atau minum, arus air laut dan gelombang membawa Lanang Dangiran hingga dilaut jawa dan akhirnya suatu taufan dan gelombang besar melemparkan Lanang Dangiran dengan beronjongnya dalam keadaan tidak sadar, disebabkan karena berbulan-bulan tidak makan dan minum, dipantai dekat Sedayu. Seluruh badannya telah dilekati oleh karang, keong serta karang-karang (remis) sehingga badan manusia itu seolah-olah ditempeli dengan bakaran jagung yang disebut dengan bahasa jawa “Brondong” Badan Pangeran Lanang Dangiran diketemukan oleh seorang kiyahi yang bernama Kiyahi Kendil Wesi. Pangeran Lanang Dangiran dirawat oleh Kiyahi Kendil Wesi serta istrinya dengan penuh kasih sehingga sadar kembali dan akhirnya menjadi sehat seperti sediakala. Pangeran Lanang Dangiran menceritakan asal-usulnya kepada Kiyahi Kendil Wesi. Setelah Kiyahi Kendil Wesi mendapat keterangan tentang asal usulnya Pangeran Lanang Dangiran, maka diceritakan oleh Kiyahi tadi bahwa ia juga asal keturunan dan raja-raja di Blambangan yang bernama Menak Soemandi dimana beliau masih satu keturunan dengan Lanang Dangiran. Lanang Dangiran tinggal dan kumpul dengan Kiyahi Kendil Wesi, dan dianggap sebagai anaknya kiyahi sendiri. Pangeran Lanang Dangiran memeluk agama Islam, karena rajin dan keteguhan imannya serta keluhuran budinya serta kesucian hatinya, maka tidak lama pula ia dapat tampil kemuka sebagai guru Agama Islam, Pangeran Lanang Dangiran berisitrikan putrid dan Ki Bimotjili dan Panembahan di Cirebon yang asal usulnya dituliskan sebagai berikut : Pangeran Kebumen Bupati Semarang, berisitrikan putrid dan Sultan Bojong, bernama Prabu Widjaja (Djoko Tingkir). Ki Bomotjili adalah salah satu seorang putra dan Pangeran Kebumen tersebut diatas, seorang putri dan Ki Bimotjilimi bersuamikan Pangeran Lanang Dangiran alias Kiyahi Brondong (dimakamkan di Boto Putih). Nama Brondong diperoleh karena ia diketemukan oleh Kiyahi Kendil Wesi badannya dilekati dengan “Brondong” Kiyahi Kendil Wesi yang waspada dan mengetahui nasib seseorang, mengatakan kepada Lanang Dangiran yang sudah mendapat sebutan Kiyahi Brondong dan masyarakat sekitar tempat Kiyahi Kendil Wesi, supaya pergi ke Ampel Dento Suroboyo, dan meluaskan ajaran Agama Islam, karena di Surabaya Kiyahi Brondong kelak akan mendapat kebahagiaan serta turun temurunnya kelak akan timbul dan tambah menjadi orang-orang yang mulya. Kemudian Kiyahi Brondong dengan istrinya dan beberapa anaknya yang masih kecil pergi ke Surabaya dan pada Tahun 1595 menetap diseberang timur kali Pegiri’an, dekat Ampel ialah Dukuh Boto Putih (Batu Putih) ditempat baru inilah Kiyahi Brondong mendapatkan martabat yang tinggi dan masyarakat, karena keluhuran budinya Kiyahi Brondong (pangeran Lanang Dangiran) wafat pada tahun 1638 dalam usia + 70 tahun dan meninggalkan 7 orang anak, diantaranya 2 orang laki-laki yaitu : Honggodjoyo dan Honggowongso. Bupati Sidoarjo yang pertama adalah keturunan dan Honggodjoyo, Kiyahi Ageng Brondong (Pangeran Lanang Dangiran) dikebumikan ditempat kediamannya sendiri di Botoputih Surabaya makamnya dimulyakan oleh putra-putranya dan selanjutnya dihormati oleh turun-turunnya hingga kini. Semoga arwah beliau diterima Allah Swt, dan Allah Swt juga memberikan kepada seluruh keturunannya Kiyahi Ageng Brondong kemulyaan, kesehatan dan kesejahteraan sebagaimana beliau senantiasa mendoakan cucu cicitnya selama hidupnya. Ada hal penting yang anda ketahui bahwa bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Sidoarjo, pejabat Pemerintah Kabupaten Sidoarjo beserta rombongan meru

KHOTBAH

 



KHOTBAH

Karya: WS Rendra

FANTASTIS.

Di satu Minggu siang yang panas

di gereja yang penuh orangnya

seorang padri muda berdiri di mimbar.

Wajahnya molek dan suci

matanya manis seperti mata kelinci

dan ia mengangkat kedua tangannya

yang bersih halus bagai lili

lalu berkata:

“Sekarang kita bubaran.

Hari ini khotbah tak ada.”


Orang-orang tidak beranjak.

Mereka tetap duduk rapat berdesak.

Ada juga banyak yang berdiri.

Mereka kaku. Tak mau bergerak

Mata mereka menatap bertanya-tanya.

Mulut mereka menganga

berhenti berdoa

tapi ingin benar mendengar.

Kemudian dengan serentak mereka mengesah

dan berbareng dengan suara aneh dari mulut mereka

tersebarlah bau keras

yang perlu dicegah dengan segera.


“Lihatlah aku masih muda.

Biarlah aku menjaga sukmaku.

Silakan bubar.

Izinkan aku memuliakan kesucian.

Aku akan kembali ke biara

merenungkan keindahan Ilahi.”


Orang-orang kembali mengesah.

Tidak beranjak.

Wajah mereka tampak sengsara.

Mata mereka menganga

sangat butuh mendengar.


“Orang-orang ini minta pedoman. Astaga.

Tuhanku, kenapa di saat ini kau tinggalkan daku.

Sebagai sekelompok serigala yang malas dan lapar

mereka mengangakan mulut mereka.

Udara panas. Dan aku terkencing di celana.

Bapa. Bapa. Kenapa kau tinggalkan daku.”


Orang-orang tetap tidak beranjak.

Wajah mereka basah.

Rambut mereka basah.

Seluruh tubuh mereka basah.

Keringat berkucuran di lantai

kerna udara yang panas

dan kesengsaraan mereka yang tegang.

Baunya busuk luar biasa.

Dan pertanyaan-pertanyaan mereka pun berbau busuk

juga.

“Saudara-saudaraku, para anak Bapa di surga.

Inilah khotbahku.

Yalah khotbahku yang pertama.

Hidup memang berat.

Gelap dan berat.

Kesengsaraan banyak jumlahnya.

Maka dalam hal ini

kebijaksanaan hidup adalah ra-ra-ra.

Ra-ra-ra, hum-pa-pa, ra-ra-ra.

Tengoklah kebijaksanaan kadal

makhluk Tuhan yang juga dicintai-Nya.

Meniaraplah ke bumi.

Kerna, lihatlah:

Sukmamu terjepit di antara batu-batu.

Hijau.

Lumutan.

Sebagai kadal ra-ra-ra.

Sebagai ketonggeng hum-pa-pa.”


Orang-orang serentak bersuara:

Ra-ra-ra. Hum-pa-pa.

Dengan gemuruh bersuara seluruh isi gereja.

Ra-ra-ra. Hum-pa-pa.


“Kepada kaum lelaki yang suka senapan

yang memasang panji-panji kebenaran di mata bayonetnya

aku minta dicamkan

bahwa lu-lu-lu, la-li-lo-lu.

Angkatlah hidungmu tinggi-tinggi

agar tak kau lihat siapa yang kau pijak.

Kerna begitulah li-li-li, la-li-lo-lu.

Bersihkan darah dari tanganmu

agar aku tak gemetar

lalu kita bisa duduk minum teh

sambil ngomong tentang derita masyarakat

atau hakikat hidup dan mati.

Hidup penuh sengsara dan dosa.

Hidup adalah tipu muslihat.

La-la-la, li-li-li, la-li-lo-lu.

Jadi marilah kita tembak matahari.

Kita bidik setepat-tepatnya.”


Dengan gembira orang-orang menyambut bersama:

La-la-la, li-li-li, la-li-lo-lu.

Mereka berdiri. Mengentakkan kaki ke lantai.

Berderap serentak dan seirama.

Suara mereka bersatu:

La-la-la, li-li-li, la-li-lo-lu.

Hanyut dalah persatuan yang kuat

mereka berteriak bersama

persis dan seirama:

La-la-la, li-li-li, la-li-lo-lu.


“Maka kini kita telah hidup kembali.

Darah terasa mengalir dengan derasnya.

Di kepala. Di lehar. Di dada.

Di perut. Dan di bagian tubuh lainnya.

Lihatlah, oleh hidup jari-jariku gemetar.

Darah itu bong-bong-bong.

Darah hidup bang-bing-bong.

Darah hidup bersama bang-bing-bong-bong.

Hidup harus beramai-ramai.

Darah bergaul dengan darah.

Bong-bong-bong. Bang-bing-bong.”


Orang-orang meledakkan gairah hidupnya.

Mereka berdiri di atas bangku-bangku gereja.

Berderap-derap dengan kaki mereka.

Genta-genta, orgel, daun-daun pintu, kaca-kaca jendela,

semua dipalu dan dibunyikan.

Dalam satu irama.

Diiringi sorak gembira:

Bong-bong-bong. Bang-bing-bong.


“Cinta harus kita muliakan.

Cinta di belukar.

Cinta di toko Arab.

Cinta di belakang halaman gereja.

Cinta itu persatuan dan tra-la-la.

Tra-la-la. La-la-la. Tra-la-la.

Sebagai rumputan

kita harus berkembang biak

dalam persatuan dan cinta.

Marilah kita melumatkan diri.

Marilah kita bernaung di bawah rumputan.

Sebagaimana pedoman kita:

Tra-la-la. La-la-la. Tra-la-la.”

Seluruh isi gereja gemuruh.

Mereka mulai menari. Mengikuti satu irama.

Mereka saling menggosok-gosokkan tubuh mereka.

Lelaki dengan wanita. Lelaki dengan lelaki.

Wanita dengan wanita. Saling menggosok-gosokkan

tubuhnya.

Dan dengan suara menggigil yang ganjil

mereka melengking dengan serempak:

Tra-la-la. La-la-la. Tra-la-la.


“Melewati Nabi Musa yang keramat

Tuhan telah berkata:

Jangan engkau mencuri.

Pegawai kecil jangan mencuri kertas karbon.

Babu-babu jangan mencuri tulang-tulang ayam goreng.

Para pembesar jangan mencuri bensin.

Dan gadis jangan mencuri perawannya sendiri.

Tentu, bahwa mencuri dan mencuri ada bedanya.

Artinya: Cha-cha-cha, cha-cha-cha.

Semua barang dari Tuhan.

Harus dibagi bersama.

Semua milik semua.

Semua untuk semua.

Kita harus bersatu. Kita untuk kita.

Cha-cha-cha, cha-cha-cha.

Inilah pedomannya.”


Sebagai binatang orang-orang bersorak:

Grrr-grrr-hura. Hura.

Cha-cha-cha, cha-cha-cha.

Mereka copoti daun-daun jendela.

Mereka ambil semua isi gereja.

Candelabra-candelabra. Tirai-tirai. Permadani-permadani.

Barang-barang perak. Dan patung-patung berhiaskan

permata.

Cha-cha-cha, begitu nyanyi mereka.

Cha-cha-cha, berulang-ulang diserukan.

Seluruh gereja rontok.

Cha-cha-cha.

Binatang-binatang yang basah berkeringat dan deras

napasnya

berlarian kian kemari.

Cha-cha-cha. Cha-cha-cha.

Lalu tiba-tiba terdengar lengking jerit perempuan tua:

“Aku lapar. Lapaar. Lapaar.”

Tiba-tiba semua juga merasa lapar.

Mata mereka menyala.

Dan mereka tetap bersuara cha-cha-cha.


“Sebab sudah mulai lapar

marilah kita bubaran.

Ayo, bubar. Semua berhenti.”


Cha-cha-cha, kata mereka,

dan mata mereka menyala.


“Kita bubar.

Upacara dan khotbah telah selesai.”


Cha-cha-cha, kata mereka.

Mereka tidak berhenti.

Mereka mendesak maju.

Gereja rusak. Dan mata mereka menyala.


“Astaga. Ingatlah penderitaan Kristus.

Kita semua putra-putranya yang mulia.

Lapar harus diatasi dengan kebijaksanaan.”


Cha-cha-cha.

Mereka maju menggasak mimbar.

Cha-cha-cha.

Mereka seret padri itu dari mimbar.

Cha-cha-cha.

Mereka robek-robek jubahnya.

Cha-cha-cha.

Seorang perempuan gemuk mencium mulutnya yang bagus.

Seorang perempuan tua menjilati dadanya yang bersih.

Dan gadis-gadis menarik kedua kakinya.

Cha-cha-cha.

Begitulah perempuan-perempuan itu memperkosanya beramai-ramai.

Cha-cha-cha.

Lalu tubuhnya dicincang.

Semua orang makan dagingnya. Cha-cha-cha.

Dengan persatuan yang kuat mereka berpesta.

Mereka minum darahnya.

Mereka isap sumsum tulangnya.

Sempurna habis ia dimakan.

Tak ada lagi yang sisa.

Fantastis.




SEMBAHYANG RUMPUTAN

 



SEMBAHYANG RUMPUTAN
Karya: Ahmadun Yosi Herfanda

walau kaubungkam bunyi azan
walau kaugusur rumah-rumah tuhan
aku rumputan takkan berhenti sembahyang
:inna shalaati wa nusuki

wa mahyaaya wa mamaati

lillahi rabbil ‘alamin

topan menyapu luas padang

tubuhku bergoyang-goyang

tapi tetap teguh dalam sembahyang

akarku yang mengurat di bumi

tak berhenti mengucap shalawat nabi

sembahyangku sembahyang rumputan

sembahyang penyerahan jiwa dan badan

yang rindu berbaring di pangkuan tuhan

sembahyangku sembahyang rumputan

sembahyang penyerahan habis-habisan

walau kautebang aku

akan tumbuh sebagai rumput baru

walau kaubakar daun-daunku

akan bersemi melebihi dulu

 aku rumputan kekasih tuhan

di kota-kota disingkirkan

alam memeliharaku subur di hutan

aku rumputan

tak pernah lupa sembahyang

:sesungguhnya shalatku dan ibadahku

hidupku dan matiku hanyalah

bagi allah dewa sekalian alam

pada kambing dan kerbau

daun-daun hijau kupersembahkan

pada tanah akar kupertahankan

agar tak kehilangan asal keberadaan

di bumi terendah saya berada

tapi zikirku menggema

menggetarkan jagat raya

: la ilaaha illalah

muhammadar rasululah

aku rumputan kekasih tuhan

seluruh gerakku yaitu sembahyang

     1992

SAJAK ZIARAH

 

dengan zikir kuziarahi siti jenarku

yang berpusara di bilik kalbu

dengan cinta kuziarahi adam-hawaku

yang bertenda di pintu mautmu

sepanjang waktu aku berziarah padamu

daun-daun gugur yang mendahului hari tamatku

 

sepanjang langkah aku berziarah

sepanjang sujud kusebut maut

sepanjang cinta kutabur bunga

sepanjang orgasme kusebut kematiannya

sepanjang hidup kau berziarah-ziarah

sepanjang mati hidup kauziarahi

siapa tak kenal ziarah

takkan kenal makna rumah

 

dengan ilmu kuziarahi nabi hidirku

yang berpusara di sungai jiwa

dengan kata kubongkar rahasia alima

yang terkunci di bilik sukma

dengan sajak aku pun berdoa

membuka tangan al-malik

yang menggenggam jagat raya

 

1992

 

 

TAHAJUD SUNYI

 

kuketuk pintumu. biarkan jemari kasihku

mengusap gerai rambutmu. kau pun membuka

tabir jiwaku, hingga hatiku bisa leluasa

mengeja alif ba ta cintamu

(kata-kata mesra pun bermekaran

lewat pintu jiwa kupetik bagai bunga

hadiah untuk kekasihku kelak di sorga)

 

malam ini aku pasrah dalam renta

entah esok atau lusa

jika kealpaanku tak lagi kausapa

tenggelamkan diriku yang sarat luka

ke lautan cintamu yang tak terukur dalamnya

-- kan kubasuh segenap nikmat kesesatan!

 

1980

 

 

SAJAK ORANG MABUK

 

karena hidup penuh keterbatasan

kupilih api cinta abadi

membara dalam dadamu

allah, sambutlah hatiku

yang terbakar api itu

 

karena hidup penuh keterikatan

kupilih kebebasan dalam apimu

bakarlah seluruh diriku

o, allah

kuingin debu jiwaku

mengalir abadi dalam darahmu

 

bertahun-tahun aku mabuk

bermalam-malam aku tenggelam

dalam gelombang kerinduan

luluh dalam apimu

 

1991

 

 

SAJAK ALIF

 

kautulis kearifan pada alif

huruf pertama panggilanmu

gerbang terdepan ke taman hatiku

ketika sunan kalijaga

menggembala umatnya

alif pun menjadi tongkatnya

 

pada tongkat isa tertulis cinta-kasihmu

pada tongkat musa terukir keajaibanmu

ketika tongkat mengetuk batu

mata air pun terpancar

darah abadi bagi kehidupan

 

kautulis kemuliaan pada alif

huruf terdepan panggilanmu

kauturunkan alif dari arasy ke bumi
debu pun menjelma kemuliaan sejati

alif terbentang di hati orang pilihan
jalan lurus menuju haribaanmu
1987

MENARA GARAM YANG RUNTUH



MENARA GARAM YANG RUNTUH

(Karya Rakai Lukman) 

Menara garam yang runtuh. Digerus gelombang edan. Menumbuh pabrik. Tambaknya burai, dalam cengkeram jemari mesin


Menara garam yang lapuk. Butir-butir kristal sarat lumpur, berlimpang dusta. Luka yang nganga. Penuh nanah


Bukit putih remuk redam. Dipeluk ketiak waktu. Diremas cemas, dirundung gelisah. Geramnya meraum di udara. Tanpa gaung juga gema


Bukit dan garam merintih. Tangis memanggil deru amarah langit. Langit yang menitah awan gulita, menyambar nurani renta nan papa

 Dimanakah memayu hayuning bawana?

Kemanakah memayu hayuning sesami?

Diammu adalah dosa

Diammu adalah luka

Jagat kecil

Jagat besar

Kenapa cuma bersaksi?

Hidup segan matipun enggan

*Rakai Lukman


IBU

 


Ibu

(Karya KH. Mustofa Bisri) 

Kaulah gua teduh
Tempatku bertapa bersamamu
Sekian lama
Kaulah kawah
Dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi
Yang tergelar lembut bagiku
Melepas lelah dan nestapa
Gunung yang menjaga mimpiku
Siang dan malam
Mata air yang tak brenti mengalir
Membasahi dahagaku
Telaga tempatku bermain
Berenang dan menyelam
Kaulah, ibu, laut dan langit Yang menjaga lurus horisonku Kaulah, ibu, mentari dan rembulan Yang mengawal perjalananku Mencari jejak sorga Di telapak kakimu (Tuhan, aku bersaksi ibuku telah melaksanakan amanat-Mu menyampaikan kasih sayang-Mu maka kasihilah ibuku seperti Kau mengasihi kekasih-kekasih-Mu Amin)

SUNGKEM SMS CINTA KANJENG NABI

 


SUNGKEM SMS CINTA KANJENG NABI

(Karya KH. Fuad Riyadi) 

Menyebut namamu, hilang akal ku.

Sebab selalu cinta padamu, tak bisa ku tulis puisi tentangmu. 

Tangis ku semata merindukanmu

Semua dan segala darimu, bahagiaku. 

Kalau ada yang membenci, pasti karena dengki. 

Tapi kau tak perduli, tetap mencintai. 


Berdesak-desakan para pecinta mengelilingi mu.

Ambooooy,.... Alangkah jauhnya diriku. 

Andai aku di Karbala, pasti ku  jadikan diriku perisai

Bagi cucumu yang mulia penuh suka cita. 

Engkaulah pengacara manusia dihadapan sang maha penguasa. 

Engkaulah gusti, akulah abdi. 

Tuhan, jangan kau lemparkan aku kedalam neraka. 

Sebab aku tak sanggup berpisah dengannya. 


Menyebut namamu, keluh lidahku. 

Mendengar namamu, berhenti detak jantung ini, 

Sebab semua tercipta dari ruh mu. 

Aku selalu rindu. 

Kau selalu menunggu. 


Tujuh puluh ribu cahaya, tujuh puluh ribu kegelapan. 

Kekasih raihlah tanganku, tuntun aku melintasinya

Abad-abad hendak menjauhkan jarak

Cintamu melipat seluruh ruang dan waktu. 


Ku terpukau, wahai puncak pesona. 

Wahai keindahan yang memabukkan

Wahai cinta yang tak tertandingi

Wahai kasih yang paling hakiki. 

Engkau cahaya semesta

Kau rahasia semesta

Engkau ruh semesta. 

Sholawat dan salam Allah untukmu senantiasa 3X

Allahumah  sholih ala muhammad

Ya robbi sholih alaihi wasalam. 

Sholawat dan salam Allah untukmu senantiasa. 


Adakah yang sepenting menemui mu

Segala jerih dan payah hanya sia-sia

Kecuali menuju mu. 

Laksana pelangi, takkan ada tanpa matahari

Bintang-bintang di langit yang biru

Gelap bayang-bayang pepohonan. 

Senyap lampu kandang sapi

Gemerincing kelinting memanggil. 

Tetap saja, namamu bergema di dinding-dinding dada. 

Kekasihku... Kekasihku

Karena telah kau limpahi cinta

Tak takut aku, dibenci seluruh dunia. 









SUCCUBUS



 Succubus

(Arif Bagus Prasetyo) 

Sudah. 

Hentikan demam itu. 

Aku tahu nafsu ingin me nyalibmu Di ujung jam. 

Kemudian kau tersenyum. 

Mengusap ceruk Pada pangkal. 

Dan tercium ruap rumput Seolah teluh telah tumpah ke kuala. 

Dari getar kelenjarmu sungai-sungai mabuk bangkai. 

Mengendus lembah menempuh kampung-kampung jauh Yang terserak, runtuh, ke mulut syahwat Di tepi tubuh. 

Dan tepi tubuh, kau pun tahu, adalah anjung Yang menganjur ke laut lain. Daulah lain, di mana ruh Runduk terpancung, menahan oleng, dari tiang yang teriak Kucancang kau, kucincang kau, sepanjang malam Ketika lutut seakan lumat. 

Langit lamat. 

Dan orang-orang melaknat najis. Menyesah musuh Yang musti musnah. Dengan tatap terhunus hilang Menembus nimbus. 

Sorga: rumah kunci yang berkarat. 

Noda karat merah tua Pada tekstur yang membusuk. 

Aku tahu. 

Namun nafsu Takkan takluk.

 Akarnya akan melesak masuk. 

Telak. 

Meringkusmu dalam dengus Dalam sengal 

Dan sekarat Yang mendekat 

Sudah. 

Tumpaskan. 

Aku tahu nafsu telah menyalibmu Ke tubuhku


KABAR KEMATIAN

  KABAR KEMATIAN Kabar kematian  Di siarkan lewat corong pengeras suara Dari masjid dan surau.  Sahut menyahut, hampir tak ada jeda.  Manusi...