OBITUARI NUSANTARA
(Karya Irfan /cak Ipan)
Rabo malam yang lembab
menghadap dinding hitam menyala
sepasang mata berkunang-kunang,
menikam mayat-mayat orok haram
sejarah dalam etalase memoria
dari mimbar gelanggang kotbah
lalim dan kufur yang jantungnya
bernanah, membusuk terinfeksi
euforia iblis-iblis putih, entah kenapa.
Dalam puzzle segi empat sisir
Pulau-pulau yang pernah ada
hanyalah deretan museum dan
makam panjang yang kuziarahi
tanpa lolong ababil dari neraka
dan sepuluh ribu malaikat di pundakku
bertasbih sembari berbisik
marwah Picuru Binisi.
Baiklah,
Dekatkan telingamu tuk prahara ini:
Dari benih kopi hitam orang-orang Bugis
disemai pada genangan peluh
Moyang-moyang tumbuh
di sela goni-goni anyir lembah
darah kaum lumpur yang tafakur
di ranjang bekas kerbau tidur.
Mereka dihimpit mimpi holy
Anjing-anjing pascakolonial.
Dan,
Kalian-kah pencuri jazirah perang
yang membuat Cheng Ho mabuk
arak zaman dan kelonggaran
Jalan Raya Pos, Jalan Deandels?
Dan,
Di mana mereka menyimpan kisah
Moyang-moyang kami yang dipaksa
moksa seusai perjamuan setan dan
dengung roasting kopi Sulawesi
berabad lalu hingga ekspedisi pedih
ke pembuluh darah Hindia-Belanda?
Di jalan pedang ini,
Tragedi ini memisahkan kami
dari roh suci Sang Jang Widhi
dari himpit Ranying Hatalla Langit
bahkan dari lekat khidmat Tauhid.
O,
Anak dan cucu haram sejarah,
simaklah prahara ini meski tak
se-khidmat pantat duduk bersila
rapat kala mendengar dendang
manaqib para alim dan ulama.
O,
Tanam dalam-dalam di Savana
Jalur Sutera, bahwa sebenarnya
Nusantara disulap menjadi deretan museum
dan makam terpanjang yang akan
kita ziarahi sepanjang mazhab kelumrahan
tetap hidup dalam jaring laba-laba aksara!
Sampit, Desember 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar