Dulu ketika aku masih kecil, saat itu sekitar era tahun 80 an, sebelum nelayan di desaku berganti alat penangkap ikannya dengan jaring dan Payang(mini trowl). Mereka membuat bagan bambu dengan jaring di bawahnya yang bisa diangkat keatas, seperti perangkap ikan.
Orang-orang menyebut bagan bambu tersebut dengan istilah Branjang, di atas branjang ada gubuk dari sesek ( anyaman bambu) sebagai dindingnya dan welit/sirep sebagai atapnya. Welit/atau sirep terbuat dari daun lontar atau daun kelapa yang di susun rapat kemudian di jepit dengan bambu dan ikat dengan kuat, sehingga tidak bocor ketika diguyur hujan.
Di atas branjang berdiri empat buah bambu yang cukup tinggi dengan posisi miring, ujung bagian bawah berada di setiap sudut atas bangunan branjang, dan ujung atas ke empat bambu di satukan hingga didapati keempat bambu tadi seperti piramida. Ada pula yang hanya menggunakan tiga lonjor bambu, degan meletakkan ujung bawah bambu di bagian sisi pinggir tengah branjang, di ujung piramida bambu diberi tiang pendek dan sebuah bendera yang bertujuan sebagai tanda pembeda dengan branjang orang lain.
Cara menangkap ikan dengan alat perangkap ini adalah dengan menurunkan dulu jaring yang berbentuk persegi empat dengan bingkai pinggirnya dari bambu lonjoran, kemudian dinyalakan beberapa lampu petromax yang diletakkan dua meter di atas air dengan cara di gantung dengan seutas kawat yang di ikatkan ke bagian atas branjang, sebagai sumber cahaya yang dapat menarik ikan-ikan untuk berkumpul di sekitar cahaya lampu, tentu saja waktu untuk menangkap ikan dengan alat seperti ini adalah waktu malam hari dan langit gelap atau tidak saat bulan purnama.
Setelah ikan-ikan sudah banyak berkumpul di bawah cahaya lampu, kemudian jaring perangkap di naikkan keatas, dengan cara memutar gilingan bambu di atas branjang, layaknya seperti katrol, dan di putar oleh dua orang yang saling berhadapan. Proses menaikkan jaring perangkap harus berhati-hati, di samping bobotnya yang berat, proses naiknya jaring perangkat harus tidak menimbulkan suara berlebihan di dalam air, agar ikan ikan tidak panik dan keluar dari area branjang.
Waktu yang menyenangkan bagi anak-anak pantai adalah saat pemasangan branjang, karena saat membawa bambu-bambu ketengah laut biasanya di sepanjang pantai di desaku jadi ramai, bermacam-macam makanan, jajanan pasar, buah-buahan sebagai bekal orang-orang yang akan memasang branjang dan juga sebagai sedekah di hidangkan, anak-anak akan berebut jajanan pasar, jadilah suasana pemasangan branjang, atau biasa di kenal dengan istilah Jebrok Branjang oleh masyarakat desa, seperti acara selamatan atau sedekah laut.
Pemasangan bambu untuk membuat branjang di mulai dengan menancapkan tiang-tiang bambu ke dasar laut, mereka harus menyelam, uniknya mereka menyelam hanya dengan menggunakan alat tradisional dan sederhana, seperti kaca mata selam yang terbuat dari kayu dengan kaca biasa dan tali dari ban bekas, pasokan oksigen juga hanya menggunakan mesin kompresor udara sederhana dan selang panjang. Mereka membuat branjang secara bergotong royong.
Waktu pemasangan Branjang biasanya setelah berakhirnya musim angin muson barat, masuk ke awal musim angin muson timur. Branjang hanya akan bertahan sampai datangnya angin muson barat, sebelum angin muson barat datang, branjang akan di copot dan di seret ke darat, bila tidak di copot, sudah dipastikan akan tumbang dihantam ombak saat datang angin muson barat.
Dahulu, ketika bapakku masih mengunakan branjang sebagai alat menangkap ikan, kami sekeluarga sering diajak bapak untuk piknik di branjang saat bulan purnama, tidur di gubuk di atas branjang, memasak nasi, dengan lauk cumi-cumi segar yang di panggang di atas lampu petromax, dan sambal petis yang mantap. Pagi hari kami sekeluarga baru pulang ke darat.
Seiring perkembangan zaman, nelayan di desaku sudah tidak mengunakan branjang sebagai alat penangkap ikan, mereka sudah berpindah memakai jaring dan payang (mini troll) sebagai alat penangkap ikan, mungkin kondisi alam sudah berbeda dengan dulu, ikan-ikan sudah jarang di pinggir-pinggir pantai, ikan-ikan adanya sudah berpuluh-puluh mil dari pantai, harga bambu juga semakin mahal, dahulu bambu yang dipakai untuk mendirikan branjang adalah bambu terbaik yang tumbuh di daerah sebelah selatan bengawan Solo, kemudian di ikat dan dihanyutkan lewat bengawan Solo hingga sampai ke muaranya dan di seret dengan perahu hingga sampai di pantai desa saya.
Saat ini keberadaan branjang di desa saya sudah tidak ada lagi, namun di sebelah timur desa saya, masih ada yang menggunakan branjang, hanya saja fungsinya bukan lagi sebagai alat penangkap ikan tetapi sebagai rumpon kerang hijau.
Lestari alam ku
Lestari laut ku...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar