Senin, 08 November 2021

ANDAI (Ifeginia tribuana tunggadewi)

 


Andai ; adalah perwujudan dari segala tentang kita

(Begini, ini hanya penggalan narasi  perwujudan lain dari memori yang ku tulis dengan berani.)



Pernah ada tanya tentang masa lalu, pada sebuah percakapan bernostalgia.

“Ingatan apa tentangnya yang masih membekas untukmu?”

Lantas aku menjawab serta-merta,

“Tentang denting tuts piano sore hari, juga lembaran buku usang yang tak pernah di bacanya, mungkin tentang air mata sebagai perpisahan melepas diri dari hina. Atau tentang mata, yang enggan menatap...” sebab tenangnya lautan pada sorot mata itu kini ber-ombak.

Aku tak menutup mata pada kilas balik masa lalu, aku pernah melihatmu tersenyum. 


01.

Sudah berkali-kali hamparan hati ini memilih mengulangi sepi, lantaran ramai tentangmu tak kunjung berakhir. Maka dalam pekatnya kegelapan, segala perkara tentangmu kupaksa pergi. Bukan hanya tentang ringkihnya hati yang kamu patahkan, tapi harapku yang juga kamu tiadakan. 

Yang menjadi tanya, adalah kenapa harus kamu yang jadi kenangan paling menyakitkan?


02.

Aku terkungkung nestapa tiada tara, sebab itu terpaksa kulupakan dirimu. 

Atau aku memang pantas menderita? Atau memang kamu si keji yang selalu berelegi tentang buaian?  


03.

Maka bagiku perihal dirimu adalah kamuflase dan sandiwara, makannya ku jelaskan dengan sejujurnya.

Karena mencintaimu adalah patah hati yang paling sengaja.


04.

Waktu itu, aku merasa tenang. Ku pikir duniaku akan baik-baik saja hanya dengan mencintaimu sendirian. Sebab di hatimu tak ada tempat lagi untukku ; disana, seseorang dengan sengaja kamu tempatkan.




05.

Bukan lagi aku ; yang mampu memeluk asa untuk mu,


06.

Hilang sudah segala keangkuhan mu perihal cinta, di renggut nasib kemungkinan suatu karma yang senantiasa membumbung tinggi. Demikian naasnya dirimu, meminta ketulusan sementara cintamu terkesan terpaksa. 



07.

Lalu bagaimana dengan aku yang menyongsong fananya dengan segala nelangsa. Bahkan jiwaku lebih dulu kamu matikan, kamu buat remuk redam bagai tidak pernah memiliki arti.


08.

Namun aku tetaplah aku, yang berani bersaksi pada semesta perihal kita. 


09. 

Perihal kamu yang dengan bangganya pulang pada diri yang lebih dulu di injak.

Dan perihal aku, yang tak kunjung usai dengan piluku.


10.

Meski dengan gagah kamu hujani sumpah berangta yang katamu pantas. Dengan ada tanpa rasa, aku tahu hanya sandiwara.


11.

Tapi ironisnya soal kamu yang terlampau lupa diri. 


12. 

Maka kala kamu tersadar, panggung pertunjukan mana yang menarik?




"Barangkali karena aku sudah mencintaimu, saat masanya tiba

Semoga telah selesai"


Ifeginia tribuana tunggadewi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABAR KEMATIAN

  KABAR KEMATIAN Kabar kematian  Di siarkan lewat corong pengeras suara Dari masjid dan surau.  Sahut menyahut, hampir tak ada jeda.  Manusi...