Minggu, 17 April 2022

𝚃𝙰𝙷𝚄𝙽 𝙸𝙽𝙸 𝚂𝙰𝚈𝙰 𝙼𝚄𝙳𝙸𝙺.

 



Itu saya pastikan kemungkinan besar terwujud,  beberapa santri bertanya, "kenapa sampeyan kok begitu ngotot untuk mudik kang? ", "Mudik bagi saya dan juga jutaan masyarakat Islam di Indonesia bukan sekedar pulang kampung, tetapi ini adalah momentum kemenangan budaya dan kemanusiaan", ujar saya. 

Santri yang bertanya hanya melongo... Ndlohom... Mungkin paham, mungkin pula tidak dengan jawaban saya. 


Mudik atau pulang kampung bagi saya adalah peristiwa besar, yang melibatkan banyak orang, kemudian pergerakan perekonomian juga terjadi, penjual jajanan di kampung jadi senang dagangannya laris manis, obyek wisata yang dikelolah BUMDES dan para pemuda desa juga ramai dikunjungi wisatawan mudik, banyak obyek wisata desa yang porak poranda kondisinya akibat setahun lebih dipaksa tutup akibat pandemi, bahan bangunannya yang kebanyakan dari bambu mulai keropos, lapuk dimakan musim dan rayap. Kafe dan warung nasi di kampung-kampung juga ramai dengan pengunjung, yang berburu menu masakan tradisional, masakan ndeso.

Mudik lebaran ini, melibatkan kuasa besar tuhan yang menggerakkan jutaan hambanya untuk bergerak pada satu momentum suci. 


Setahun yang lalu, lebaran saat itu masih ditengah masa pandemi, lebaran suasananya jadi horor dengan raungan sirene, dan kabar kematian dari pengeras suara. Rumah-rumah terkunci dari dalam, pintu. Masuk kampung di barekade dengan penghalang berkawat berduri, petugas penjaga pos jadi terasa angker melebihi genderuwo... Sebab ketahuan batuk langsung jotos, he... He... He... Petugas keliling juga tak luput dari semprotan disinfektan, dimasukkan dalam ruangan berplastik lalu di semprot dengan disinfektan orang dan kendaraannya.


Lebaran tahun ini saya tegaskan bahwa saya akan mudik ke kampung halaman, mungkin bang Thoyib tahun ini juga bakalan mudik, sebab dua kali puasa, dua kali lebaran beliau belum bisa pulang. Hal ini saya lakukan dikarenakan juga bahwa mudik adalah kemenangan budaya dan kemanusiaan, setahun penuh berjuang mengadu nasib di kota, meninggalkan orang tua, saudara dan handai tolan, bertarung menghadapi kerasnya kehidupan di kota, hati dan jiwa ini membutuhkan sedikit ruang untuk merasakan kehangatan sorot mata bapak, lembut suara ibu, saudara dan riuh comelan keponakan keponakan. Pikiran dan tubuh membutuhkan kesegaran aroma pantai, hembusan angin dan suara ombak. Pada momen lebaran inilah semua bisa disatukan... Balung-balung yang terpisah bisa di kumpulkan dan di satukan lagi. Tradisi anjangsana, kupatan dan lainnya lagi masih tetap terjaga. 




Saya pastikan Tahun ini saya akan mudik, meskipun hanya sendirian, sebab istri sudah membesar kandungannya, anak-anak juga sibuk dengan urusan sekolah baru, meski begitu saya akan  tetap  mudik.


"𝐁𝐢𝐥𝐚 𝐤𝐚𝐮 𝐫𝐢𝐧𝐝𝐮 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐑𝐨𝐬𝐮𝐥𝐮𝐥𝐥𝐚𝐡, 𝐦𝐚𝐤𝐚 𝐜𝐢𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐞𝐝𝐮𝐚 𝐭𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐢𝐛𝐮𝐦𝐮.... "


Maka lebaran ini AKU HARUS PULANG ke kampung  halaman. Memandang kamar, sepatu bola dan gambar mantan.... Kikikkkkkkk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABAR KEMATIAN

  KABAR KEMATIAN Kabar kematian  Di siarkan lewat corong pengeras suara Dari masjid dan surau.  Sahut menyahut, hampir tak ada jeda.  Manusi...